Menjadi Muslimah Cerdas
Betapa agungnya kedudukan wanita muslimah setelah
Islam datang dengan cahaya kemuliaannya. Islam adalah agama Allah yang
sempurna, seperti yang diterangkan dalam firman-Nya, “Pada hari ini telah Aku
sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atasmu dan telah
Aku ridhoi Islam menjadi agamamu” (QS Al Maidah : 3). Apa yang terjadi pada
peradaban-peradaban besar sebelum Islam datang adalah masa-masa kelam bagi kaum
wanita, karena pada masa itu wanita direndahkan kedudukannya dan dihinakan.
Perspektif-perspektif yang muncul tentang wanita antara lain, di kalangan
Yahudi wanita dianggap sebagai pembawa kesialan dan dosa karena telah
menggelincirkan Nabi Adam as. Kaum Nasrani juga menganggap wanita sebagai
sumber kejahatan sehingga para pendeta tidak boleh menikah. Hindu bahkan
menyatakan wanita yang ditinggal wafat suaminya tidak mempunyai hak untuk hidup
lagi sehingga harus ikut membakar diri bersama jenazah sang suami. Bahkan
menurut hasil konferensi orang-orang Prancis pada tahun 586 M tentang apa itu
wanita, menghasilkan kesepakatan bahwa wanita termasuk manusia tetapi
diciptakan untuk melayani laki-laki. Tak kalah memprihatikan, kondisi kaum
wanita pada peradaban Arab jahiliyah dianggap sebagai sumber malapetaka dan
kehinaan bagi kabilah, sehingga kelahirannya selalu memicu murka dan kebencian.
Kebencian mereka terhadap kaum wanita tertera dalam firman Allah, “Dan
apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan,
hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan
dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan
kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah
akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya
apa yang mereka tetapkan itu” (QS An Nahl : 58-59). Salah satu tradisi Arab jahiliyah
yang kita kenal adalah mengubur bayi perempuan hidup-hidup. Sungguh tragis dan
ironis, padahal tak ada satupun manusia di muka bumi yang tidak terlahir dari
rahim seorang wanita kecuali Nabi Adam as. Hingga akhirnya lahirlah seorang
yang mulia, membawa ajaran mulia dari Sang Maha Mulia, yang meluruskan apa yang
selama ini salah, yang memuliakan apa yang seharusnya mulia, dan wanita adalah salah
satu yang dimuliakan dan ditempatkan pada martabat yang terhormat. Subkhanallah.
Islam memandang wanita muslimah memiliki kedudukan yang tinggi dan mempunyai
pengaruh besar pada kehidupan manusia, sehingga Allah memerintahkan manusia
untuk menghormati dan berbuat baik kepadanya sebagaimana yang tertera dalam
ayat-Nya, “Dan Kami perintahkan kepada
manusia (agar berbuat baik) kepada ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku lah
kamu akan kembali.” (QS.
Luqman: 14). Begitu pula
dalam firman-Nya yang lain, “Kami perintahkan kepada
manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung dan
menyapihnya adalah tiga puluh bulan” (QS. Al-Ahqaf: 15). Kemuliaan Islam terhadap wanita
ditunjukkan pula pada sebuah hadits yang disebutkan bahwa pernah ada seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai
Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku bajik
kepadanya?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah
dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah
dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah
dia siapa?” Nabi menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari, Kitab al-Adab no. 5971 juga Muslim, Kitab al-Birr wa
ash-Shilah no. 2548). Kemuliaan tersebut berlanjut karena
wanita adalah “ibu peradaban” yang akan menjadi madrasah pertama dalam membangun
masyarakat yang shalih tatkala dia berjalan di atas petunjuk Al Qur’an dan
Sunnah Nabi. Maka dari itu tak khayal ada sebuah kutipan yang menyatakan bahwa
baik tidaknya suatu bangsa tergantung dari wanitanya. Apabila wanitanya baik
maka akan baik pula bangsanya, dan apabila wanitanya buruk, maka akan buruk
pula bangsa tersebut. Inilah tugas wanita yang mulia, bertanggungjawab atas
generasi penerus yang akan menjadi khalifah di muka bumi. Tak hanya menjadi
pencetak generasi peradaban tetapi juga pendidik generasi yang sesuai dengan
perintah Allah. Sejalan dengan Al Quran, sebuah kutipan dari Mohammad Hatta
menambah rentetan kemuliaan seorang wanita yang sangat berperan dalam
kehidupan umat manusia, dikatakan “jika kamu mendidik satu laki-laki maka kamu
mendidik satu orang. Namun, jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu
mendidik satu generasi.” Semakin jelas kemuliaan wanita, karena dari wanita lah
manusia-manusia terbaik yang akan menegakkan dan menyerukan agama Allah di muka
bumi ini bermula.
Sesuai tajuk yang sudah penulis sebutkan di muka, “Menjadi Muslimah Cerdas”
adalah salah satu cara untuk melaksanakan apa yang telah Allah perintahkan pada
wanita. Mengenai konsep cerdas,
siapakah sebenarnya orang yang paling cerdas diantara manusia? Rasulullah
pernah memberi penjelasan mengenai hal ini. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, “Dari
Ibnu ‘Umar RA ia berkata : Saya datang kepada Nabi SAW, kami serombongan
sebanyak sepuluh orang. Kemudian ada seorang laki-laki Anshar bertanya, “Wahai
Nabiyallah, siapa orang yang paling cerdas dan paling
teguh diantara manusia?”.
Nabi SAW bersabda, “Orang yang paling banyak mengingat mati diantara
mereka dan orang yang paling banyak mempersiapkan bekal untuk
mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa
kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR. Ibnu Abid-Dunya di dalam
kitabul-Maut. Thabrani di dalam Ash-Shaghir dengan sanad hasan). Telah
jelas disebutkan bahwa orang yang paling cerdas diantara manusia adalah orang yang paling banyak mengingat
mati, orang yang paling banyak mempersiapkan bekal untuk kehidupan selanjutnya.
Cara mempersiapkan bekal untuk bertemu dengan Allah pun telah disebutkan dalam
Al Qur’an, “Berbekallah,
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal." (Al Baqarah : 197). Bekal tersebut adalah dengan bertaqwa
kepada Allah, yaitu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Taqwa pun tak dapat
dicapai oleh seorang muslim tanpa adanya ilmu, karena ilmu menentukan kedudukan
taqwa seorang hamba. Hal ini berkaitan dengan sabda Rasulullah, “Barang siapa ingin bahagia di
dunia maka ia harus berilmu pengetahuan, barangsiapa ingin bahagia di akhirat
harus memiliki ilmu pengetahuan dan barang siapa ingin bahagia dunia akhirat
harus memiliki ilmu pengetahuan.” Begitu
pula pada sabda Rasulullah yang lain disebutkan bahwa, “Menuntut ilmu itu
diwajibkan bagi setiap Muslim" (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil
Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik). Dari
sini kita temukan bahwa ilmu sangat erat kaitannya dengan cerdas dan taqwa, dan
ilmu menjadi penting untuk menjalankan perintah Allah mengenai tugas wanita
yang mulia.
Teringatkan pada sebuah hadits di dalam As Shahih yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan
terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqoh jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan kepadanya”. Bila diakitkan dengan peran wanita dan
perintah menutut ilmu di dalam Islam, maka semakin menunjukkan
betapa keagungan dan kebahagiaan lah yang telah Islam anugerahkan kepada wanita
muslimah, karena dengan ilmu yang ia dapatkan maka ilmu tersebut tak hanya
berguna untuk dirinya, melainkan juga berguna untuk mendidik generasi peradaban
selanjutnya, berguna untuk masyarakat, dan berguna untuk kehidupan selanjutnya,
yaitu bertemu dengan Rabbnya. Karena dengan ilmu yang dimilikinya dapat menjadi
shadaqoh jariyah dan menghadirkan anak shalih yang akan mendoakan kepadanya.
Bayangkan tanpa adanya ilmu, tak ada yang berguna untuk dirinya, tak dapat
mendidik generasi peradaban, tak dapat bermanfaat untuk masyarakat, dan tak
mempunyai bekal untuk bertemu dengan Rabbnya.
“Menjadi Muslimah Cerdas” yaitu menjadi muslimah yang
selalu bersemangat mencari ilmu Allah dan tak pernah melampaui kodratnya
sebagai wanita yang agung nan mulia untuk mencetak dan mendidik generasi
penerus peradaban. “Menjadi Muslimah Cerdas” yaitu menjadi muslimah yang selalu
bersemangat mencari ilmu Allah sebagai bekal taqwa dan sebagai bekal untuk
bertemu dengan Rabbnya.
Nyatalah dengan semua kemuliaan yang telah Islam
anugerahkan kepada wanita, tugas wanita muslimah saat ini adalah mengerahkan
semua kecerdasan yang telah dianugerahkan oleh Allah dengan mencari ilmu-Nya
dan melaksanakan perannya yang mulia untuk bekal hidup bahagia di dunia, dan
bekal hidup bahagia di akhirat.
Minggu, 1 April 2012 19:00 by @astikablog
Referensi:
Anonim.
Kedudukan Wanita dalam Islam, diunduh dari http://muslimah.or.id/
Al-Ustadzah
Ummu Ishaq Al-Atsariyyah. Keistimewaan Wanita di Mata Islam, diunduh dari http://chillinaris.blogspot.com/
Comments