Kisah Hanna




Assalamu'alaikum Sobat Fusiers!

Bagaimana kabarnya?
Tidak terasa perjalanan kita di semester ganjil telah berakhir.
Semoga kita semua selalu berada dalam lindunganNya dan perjuangan kita selama ini terbayar dengan didapatkannya ilmu bermanfaat serta nilai yang memuaskan, aamiin.

Sobat Fusiers, saudari kita, Hanna Raisya, Psikologi UI 2014 mau berbagi kisah inspiratifnya untuk kita semua. Penasaran? Yuk langsung dibaca!

Assalamualaikum Wr. Wb


Halo semua saudara-saudariku para muslim & muslimah! Perkenalkan, namaku Hanna Raisya dari Fakultas Psikologi UI angkatan 2014. Pada kesempatan kali ini, Hanna ingin berbagi cerita mengenai perjalanan panjang yang telah ku lewati untuk mencapai keputusan ku untuk berhijab. Jadi, saudara-saudariku, keinginan Hanna untuk berhijab sebenarnya sudah muncul ketika Hanna duduk di bangku SD. Hal ini disebabkan oleh sahabatku telah menggunakan hijab. Tentu pada saat itu, ada perasaan “tertinggal” dikarenakan oleh langkah yang telah diambil sahabatku sehingga kerap itu ku ingin segera menyusulnya. Namun, ayahanda dan bundaku saat itu masih belum bisa mengizinkanku untuk berhijab. Menurut ibuku, menggunakan hijab adalah sebuah keputusan yang pasti akan diikutsertakan dengan tanggung jawab yang besar dalam peranku sebagai seorang muslimah. Saat itu, beliau rasa aku belum siap untuk menerima tanggung jawab tersebut sehingga aku yang masih belia pun menurut dan menjalani keseharianku seperti biasanya.
Musim demi musim pun berlalu. Diriku saat SMA tidak lagi terlalu memikirkan mengenai keinginanku untuk berhijab sebelumnya. Hingga saat itu. Saat pertama kali aku melihat nama Islam di berita yang mengabarkan bahwa mereka telah melakulkan aksi teror dan pembunuhan umat manusia. Lucunya lagi, dengan mengatasnamakan jihad. Tentunya, tidak lama kemudian, baik secara langsung maupun media sosial, hampir seluruh dunia berbondong-bondong menyindir, menghina, dan membenci mengenai agama yang tidak lagi asing ku kenal dan cintai.
Untuk pertama kalinya, aku merasakan degupan jantung yang kencang dan mata yang mulai sembab karena kata-kata yang begitu menusuk hatiku dan juga jati diriku. Masa’ agama yang kuanut adalah agama yang opresif, barbaric, dan irasional? Menolak kemungkinan itu, ku terus berusaha untuk mencari pembenaran dan ku selalu menanyakan kebenaran pernyataan yang sering kudengar serta mempelajari secara mendalam mengenai agamaku sendiri untuk pertama kalinya, tanpa perintah atau pun paksaan orangtuaku maupun kurikulum pendidikan.  Melalui bantuan ayahku yang merupakan seorang akademisi cerdas, berwawasan luas dan berpengalaman banyak, aku sering mengajak beliau berdiskusi mengenai Islam dan hingga saat ini, masih terpukau oleh ilmu yang dimilikinya. Melalui banyak diskusi dengan beliau, tejernihkan pikiranku dan aku akhirnya luruskan niatku. “Teh, agama dan dunia adalah sesuatu yang tidak dapat kita pisahkan. Tidak ada yang tidak bisa dijelaskan oleh agama. Hanya saja, mungkin, akal manusia tidak mampu untuk memahami semua hal yang disampaikan oleh Quran. But then again, that’s why we have Prophet Muhammad SAW, untuk mewarisi hadist-hadistnya dan membantu kita para muslimimin untuk mengikuti perintah Allah SWT.” Mendengar nasihatnya, aku juga tertarik untuk mendengar kisah-kisah inspiratif dan mengagumkan lainnya yang dari kawan-kawanku yang menjadi mualaf dan video-video megenai penjelasan islam dan Quran yang terus mendorongku untuk terus mempelajari islam dengan lebih dalam lagi. Dari pembelajaran itu, aku memahami beberapa hal yang telah di perintahkan oleh Allah SWT kepada kita dan menyadari bahwa, meskipun ku melakukan ini demi pembenaran, tapi ternyata aku malah mendapatkan kenyataan. Sungguh, hidayah Allah datang dalam bentuk dan waktu yang tidak tersangka. Tak lama kemudian, meski proses belajarku belum selesai dan aku masih membuat banyak kesalahan serta dosa, tapi untuk kedua kalinya, aku kembali jatuh cinta dan begitu mensyukuri bahwa aku adalah seorang muslim. Selain jatuh cinta, ku kembali ingat niatku untuk berhijab dulu.
Kenapa kuingin berhijab? Untukku, hijab memiliki banyak makna. Pertama, sebagai simbol nyata bahwa aku adalah seorang muslimah yang bangga beragama islam dan dapat membuktikan bahwa Islam yang telah mereka ‘label’ bukanlah islam sebenarnya. Meskipun bukan dunia, setidaknya ku ingin membuktikan dunia kecilku dalam lingkaran pertemananku. Kedua, sebagai perisai yang melindungi ku baik secara fisik maupun batin. Untuk menghargai diriku dan juga menyayangi diriku karena perintah untuk berhijab merupakan perintah Allah yang membuktikan bagaimana Ia sungguh menyayangi umat-umatnya. Dan terakhir, sebagai pengingatku bahwa aku hidup di jalan Allah SWT, dan selalu mencari ridho’ nya.
Did I have doubts? Obviously! Berkali-kali kupikir mengenai keinginan bulatku dan memperhitungkan lingkungan sekelilingku. Tak terhitung banyaknya hal yang tak bisa kulakukan kembali dengan ku berhijab dibandingkan diriku yang sebelumnya belum berhijab. Keseharianku pasti akan terasa berbeda, beberapa orang mungkin tidak akan senang dengan keputusanku, bahkan terdapat beberapa hal yang tidak bisa kulakukan lagii, seperti merias rambut indahku yang setiap wanita anggap sebagai mahkotanya, ataupun menggunakan rok-rok kembang selutut yang gemar ku pakai. Namun, kembali lagi kuingat, how precious I am, and much I love my religion dibandingkan hal-hal yang akan ku korbankan dengan melakukan pilihan ini. In Allah’s name I pray, and I pray. “’O Allah, thank you for everything that you have blessed upon me. Thank you for showing me the beauty of Islam, and thank you for loving me by making me always thankful and humble. Alhamdulillah”
To you, who might read this, with whatever intent you had. ‘Iqra (bacalah!) not only the surahs, but understand the surah’s, internalize them, then apply them in real life! Karena Islam bukanlah agama yang berlaku hanya untuk masa lalu, namun untuk saat ini, dan juga masa depan. Semoga tulisan ini bermanfaat J

Wassalamualaikum Wr. Wb. 

Menarik kan Kisah Hanna? Sungguh hidayah datang dari cara yang tak disangka-sangka. Semoga kisah Hanna tadi dapat menjadi inspirasi kita semua untuk selalu memperbaiki diri dan Istiqomah dalam kebaikan, aamiin

FUSI Psikologi UI 18
#BersamaMemberiManfaat


Comments

Popular posts from this blog

Pengumuman Staff FUSI XV

Konsep Dasar Manusia: FreeWill atau Determinism?

Bagaimana Gambaran Jiwa yang Sehat Dalam Pandangan Islam?