STRESS, GO AWAY!





Oleh: Naiva Urfi Layyinah (2015)

(Departemen Pengembangan Psikologi Islam)



"Aduh, gue udah stres banget."

“Lagi stres nih, jangan tambahin beban.”



Keluhan semacam itu tak asing kita dengar atau bahkan kita lontarkan sendiri. Kalau kita dengar kata “stres”, seringkali yang terbesit dalam pikiran adalah masalah, beban-beban, atau hal buruk seperti contoh di atas. Namun, ternyata stres juga bisa disebabkan kejadian-kejadian yang tidak membahayakan. Stres yang memiliki konotasi positif atau euphoria disebut juga eustress (“Daily Life”, n.d.), misalnya ketika kita menghadapi penglaman seperti kejuaraan lomba, pernikahan, dan lain-lain. Sementara stres yang memiliki konotasi negatif disebut juga distress (“Daily Life”, n.d.), yaitu ketika kita menghadapi kesulitan.



JADI, STRES ITU APA SIH?

Cohen, Kessler, dan Gordon (1995) mengungkapkan bahwa stres psikologis (psychological stress) terjadi ketika kita merasa tuntutan lingkungan yang kita hadapi melebihi kapasitas diri kita. Tanda-tanda stres meliputi lelah, mengalami kesulitan berkonsentrasi, mudah marah, dan kurang nafsu makan (Turner, 2012). Secara psikologis, stres dapat disebabkan beberapa faktor, yaitu 1) takut terhadap hal yang tidak diketahui, dan ketidakmampuan kita untuk mengenali, meramalkan dan mengendalikannya; 2) kehilangan barang dan orang-orang dalam kehidupan dan ketidakmampuan kita untuk memulihkan atau menerima kehilangan ini; 3) ketidakmampuan kita melihat masa depan; 4) konflik dalam pikiran dan kenyataan, serta kegagalan kita untuk menerima kenyataan (Athar, 2015).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres berkaitan dengan berbagai penyakit. Critelli (1987) mengungkapkan bahwa stres memiliki korelasi yang kuat dengan penyakit jantung, kanker, dan penyakit lainnya, khususnya bagi individu dengan type A personality yang kompetitif, hostile, dan time-pressured. Seperti yang telah disebutkan, stres tidak hanya disebabkan pengalaman negatif, tapi juga kejadian-kejadian positif (eustress). Namun, dampak dari eustress memang jauh lebih sedikit dari negative stressor dan eustress dapat berkontribusi terhadap kesehatan sampai pada titik tertentu (Critelli, 1987).



SEBAGAI MUSLIM, BAGAIMANA SEBAIKNYA MEMANDANG STRES?

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” [QS. 2:155]

“… Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” [QS. Al-Anbiya:35]

Adalah sebuah keniscayaan bahwa ujian (baik dalam bentuk kesenangan maupun kesengsaraan) akan terus menyambangi kita. Stres yang muncul karena hal tersebut pun wajar dialami; ia merupakan bagian dari kehidupan yang membuat kita hidup. Namun, merupakan sebuah pilihan bagi kita untuk menentukan cara menghadapinya. Terlebih lagi dalam menghadapi stres yang berkonotasi negatif yang memiliki dampak negatif lebih besar. Setiap dari kita pasti sedang dan akan selalu menghadapi berbagai pengalaman tak terduga, tanggungjawab, dan tuntutan yang tak ada habisnya dan tak terelakkan. Lalu, bagaimana cara menghadapinya? Beberapa cara yang terbukti untuk mengatasi stres yang sudah dipraktekkan sejauh ini di antaranya adalah dengan meditasi, tidur, olahraga, sosialisasi, psikoterapi (Athar, 2015). Selain cara tersebut, sebagai seorang muslim kita dapat selalu kembali kepada Al-quran dan hadits yang merupakan pedoman utama untuk membimbing ketika menghadapi berbagai tantangan hidup. Keyakinan religius seseorang memiliki pengaruh penting terhadap kepribadian dan caranya memandang kehidupan (El-Kadi, 1989). Terdapat pula banyak konsep dalam ajaran Islam yang dapat dilakukan untuk menghadapi stres. Berikut beberapa di antaranya.

1. Mengingat Allah (dzikir)

Hal yang pertama dapat dilakukan adalah bersegera mengingat Allah. Mengingat bahwa baik itu kesenangan maupun kesulitan merupakan bentuk ujian dari Allah. Mengingat kembali siapa hakikatnya diri kita sebagai hamba-Nya dan sejatinya tujuan hidup di dunia ini untuk beribadah.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [QS. Ar-Ra’d: 28]

“Tidaklah sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah SWT, kecuali malaikat mengelilingi mereka, rahmat meliputi mereka, ketenangan turun kepada mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, no. 2700].

Terdapat makna potensi daya terapi yang yang terkandung dalam kedua ayat dan hadits tersebut bahwa ketenangan dan ketentraman dapat diperoleh dengan mengingat Allah (dzikir) (Bastaman, 1995). Berbagai penelitian telah menunjukkan manfaat dzikir. Di antaranya yang dilakukan oleh Effa Naila Hady pada sekelompok pengamal dzikir di Alkah Baitul Amin, Jakarta, melalui wawancara terkait motivasi, penghayatan, dan manfaat dzikir (Bastaman, 1995). Dzikir juga memiliki efek terhadap relaksasi yang dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ratna Djuwita (Bastaman, 1995). Adapun dzikir yang dapat diucapkan, menurut HR. Muslim no. 2689, di antaranya adalah tasbih (subhanallah, Maha Suci Allah), tahmid (alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah), dan takbir (Allahuakbar, Allah Maha Besar), tahlil (laa ilaaha ill Allah, tiada Tuhan selain Allah), permohonan perlindungan kepada Allah, dan istighfar (astaghfirullahal’adzim).

2. Sabar

Dalam Al-quran dan hadits, dapat kita temukan firman Allah yang menyerukan agar bersabar dan keutamaannya.

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Surat Al-Baqarah:153]

“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” [Surat Al-Baqarah:45-46]

Menurut bahasa, sabar diartikan al-habsu (menahan diri), sedangkan menurut syar’i, sabar adalah menahan diri dalam tiga hal, yaitu 1) ketaatan kepada Allah; 2) hal-hal yang diharamkan; 3) takdir Allah yang dirasa pahit atau musibah (Tuasikal, 2014). Dengan demikian, kesabaran yang dibutuhkan untuk menangani stres dapat meliputi ketiga hal tersebut, khususnya sabar dalam menghadapi takdir Allah.

Konsep sabar dalam psikologi, dikembangkan oleh Subandi (2011) di mana dalam penelitiannya disimpulkan bahwa sabar mencakup lima aspek, yaitu self-control, resilience, persistence, accepting reality, dan staying calm. Dengan demikian, ketika menghadapi masalah, kita harus memiliki kontrol diri, mampu resiliensi (bangkit kembali), persisten, menerima kenyataan, dan tetap tenang.

3. Salat

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Surat Al-Baqarah:153]

Yang berikutnya adalah salat, bentuk ibadah yang menjadi rukun Islam kedua setelah mengucap syahadat. Seseorang yang khusyuk dalam salat dapat menjernihkan jiwanya hingga akhirnya mampu mengurangi kecemasan (Al-Asyhar, 2014). Hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Azam dan Abidin (2015) juga menemukan bahwa salat tahajud memiliki efek yang signifikan terhadap penurunan stres pada santri Pondok Islam Nurul Amal Bekasi, Jawa Barat.



Masih terdapat banyak konsep dalam ajaran Islam yang dapat membimbing kita ketika menghadapi stres yang terkandung dalam Al-quran dan hadits. Begitu banyaknya pula firman-firman Allah yang dapat menentramkan, memotivasi, bahkan memberi solusi apabila dihayati dengan hati. Segala ujian datangnya dari Allah, maka sudah semestinya kita kembali mendekatkan diri pada-Nya dalam menghadapinya.







REFERENSI

Al-Asyhar, T. (2014). http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/peringatan-isra-miraj-shalat-khusyu-perspektif-psikologi

Azam, M. S., & Abidin, Z. (2015). Efektivitas shalat tahajud dalam mengurangi tingkat stres santri Pondok Islam Nurul Amal Bekasi Jawa Barat. Jurnal Empati, 4(1).

American Psychological Association. (2011). Stress: The different kinds of stress. APA.org. Retrieved August 2017 from http://www.apa.org/helpcenter/stress-kinds.aspx

Athar, S. (2015). https://www.islamicity.org/6575/islamic-perspective-in-stress-management/

Bastaman, H. D. (1995). Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Cohen, S., Kessler, R. C., & Gordon, L. U. (1995). Strategies for measuring stress in studies of psychiatric and physical disorders. Measuring stress: A guide for health and social scientists, 3-26.

Critelli, J. W. (1987). Critelli, J. W. (1987). Personal Growth and Effective Behavior: The Challenge of Everyday Life. Holt, Rinehart, and Winston.

El-Kadi, A. (1989). Islamic perspective in stress management. Hamdard Medicus, 12(4). Retrieved August 2017 from https://www.islamicity.org/6575/islamic-perspective-in-stress-management/

Subandi. (2011). Sabar: Sebuah konsep psikologi. Jurnal Psikologi, 38(2).

Turner, E. A. The race good health. (2012). PsychologyToday.com. Retrieved August 2017 from https://www.psychologytoday.com/blog/the-race-good-health/201212/4-healthy-ways-cope-stress



Tuasikal, M. A. (2014). Macam sabar. Rumaysho.com. Retrieved August 2017 from https://rumaysho.com/9579-macam-sabar.html

Comments

Anonymous said…
Best online casino games - Karang Pintar
Try over 500 online 온카지노 casino games, like slots, blackjack, roulette, baccarat, blackjack 메리트 카지노 주소 and more! Best Online Casinos with worrione Cash Prizes! Rating: 4.7 · ‎16,903 votes

Popular posts from this blog

Pengumuman Staff FUSI XV

Konsep Dasar Manusia: FreeWill atau Determinism?

Bagaimana Gambaran Jiwa yang Sehat Dalam Pandangan Islam?