Memaknai Perjalanan Isra’ dan Mi’raj



Oleh Eka Putri Juliana
Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dari Makkah (Masjidil Haram) ke Madinah (Masjidil `Aqsa) dengan menunggangi hewan Buraq. Kenaikan beliau ke langit dunia bersama Malaikat Jibril untuk menghadap Allah Yang Mahaperkasa. Peristiwa ini memiliki makna besar bagi umat manusia. Perjalanan yang dilakukan Rasulullah pada saat itu terjadi pada masa-masa kesedihan (tahun kesedihan) yang dialami karena berpulangnya istri dan paman tercinta Rasulullah ke Rahmatullah. Peristiwa Isra Mi’raj yang dilakukan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai pengobat duka dan perjalanan spiritual. Maka dari itu, peristiwa ini bukanlah kejadian yang tanpa makna.
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami” (Al-Isra’:1)
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini merupakan salah satu mu’jizat yang dikaruniakan Allah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam. Rasulullah telah merasakan berbagai penyiksaan dan gangguan dari kaum Quraisy. Dalam keadaan ketidakberdayaan, Rasulullah bermunajat kepada Allah untuk mendapatkan pertolongan. Bahkan, Rasulullah merasa khawatir apabila kejadian buruk yang menimpanya adalah salah satu murka Allah kepadanya. Setelah Rasulullah bermunajat, peristiwa Isra dan Mi’raj terjadi sebagai bentuk penghormatan dari Allah, dan penyegaran semangat serta ketabahannya.
Makna perjalanan Isra’ ke Baitu’l-Maqdis menunjukkan bahwa perjalanan yang dilakukan Rasulullah merupakan bukti nyata antara ikatan agama yang satu yang di turunkan kepada Nabi. Dimana berlangsungnya perjalanan Isra’ ke Baitu’l-Maqdis dan Mi’raj ke langit ke tujuh dalam rentang waktu yang hampir bersamaan dan terjadi dalam semalam. Hal ini menunjukkan betapa tinggi dan mulia kedudukan Baitu’l Maqdis di sisi Allah. Berdasarkan peristiwa ini juga terkandung isyarat bahwa kaum Muslim zaman sekarang harus menjaga dan melindungi Rumah Suci (Baitu’l Maqdis) dari serangan musuh-musuh Islam. Selain itu, hikmah dari peristiwa ini mengingatkan kita untuk tidak takut dan tidak mudah menyerah menghadapi kaum Yahudi yang menyerang Baitu’l Maqdis.
Diriwayatkan bahwa saat melakukan Isra’ dan Mi’raj, Malaikat Jibril menawarkan khamr dan susu kepada Rasulullah. Kemudian, pilihan Rasulullah adalah meminum susu yang diisyaratkan secara simbolik bahwa Islam merupakan agama fitrah. Yakni, agama yang aqidah dan seluruh hukumnya sesuai dengan tuntutan fitrah manusia dan dalam Islam tidak ada satu pun yang bertentangan dengan tabi’at manusia. Sehingga hal ini bisa menjadi alasan mengapa Islam merupakan agama yang cepat tersebar dan dapat diterima oleh manusia. Islam juga merupakan satu-satunya yang memiliki sistem yang dapat memenuhi tuntutan fitrah manusia.
Saat perjalanan Rosulullah untuk bertemu dengan Allah, diriwayatkan bahwa Rosulullah dipertemukan dengan Nabi dan di perlihatkan empat sungai yang ada di surga, melihat penjaga pintu neraka dan hal lainnya atas seizin Allah. Rasulullah bertemu dengan Allah yang Maha Perkasa dan mendekat dengan-Nya hingga jaraknya tinggal sepanjang dua ujung busur atau lebih dekat lagi. Allah mewahyukan apa yang diwahyukan kepada hamba-Nya, yaitu mewajibkan untuk melaksanakan sholat lima puluh waktu. Kemudian, Rosulullah kembali dan bertemu dengan Nabi Musa.
“apa yang diperintahkan Allah kepadamu?” tanya Nabi Musa
“sholat lima puluh kali”, jawab beliau
”sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup melakukannya. Kembalilah menemui Rabb-mu dan mintalah keringanan kepada-Nya bagi umatmu” Kata Nabi Musa.
Kemudian Rasulullah kembali bertemu Allah untuk meminta keringanan, sampai ditetapkan sholat sebanyak lima kali dalam sehari. Rasulullah merasa malu kepada Allah karena berkali-kali menemui Allah untuk meminta keringanan. Sampai akhirnya, Allah menetapkan sholat sebanyak lima kali dalam sehari dan Rasulullah merasa Ridha serta bisa menerimanya. Dari riwayat diatas dapat diambil pelajaran bahwa Allah mewahyukan kepada Rasulullah sesuatu yang bisa dikerjakan oleh Rasulullah dan umatnya. Sebuah keteladan dari Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam yaitu sikap lapang dada menerima masukan orang lain dan menjadi pendengar yang baik saat berinteraksi dengan saudaranya. Selain itu, makna lain dari Isra’ dan Mi’raj ini menunjukkan bahwa agungnya kedudukan sholat lima waktu di sisi Allah. Dimana, saat Allah mensyariatkan kepada umat Islam mengenai perintah Sholat lima waktu, Allah langsung mewahyukannya kepada Rosulullah tanpa perantara Malaikat Jibril.
Peristiwa ini juga terjadi di malam hari yang mengingatkan bahwa waktu malam adalah waktu yang cocok untuk beribadah kepada Allah dalam kesunyian malam mengingat asma dan keagungan Allah. Selain itu, kita dapat meneladani sifat malu Rasulullah kepada Allah. Seperti merasa malu karena dosa kita bergelimang sementara kasih sayang Allah terus mengalir untuk kita. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj memiliki makna yang sangat besar untuk umat muslim, karena melalui peristiwa ini Rosulullah mendapat wahyu untuk menyampaikan dan menjalankan ibadah sholat lima waktu, mengetahui pentingnya kedudukan Baitu’l Maqdis, dan meneladani sifat-sifat Rasulullah melalui riwayat kisahnya. Semoga kita bisa memaknai perjalan Isra’ dan Mi’raj melalui sepenggal pembahasan tersebut dan semakin meningkatkan semangat untuk beribadah kepada Allah.

Referensi
Sirah Nabawiyah oleh Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dengan penerjemah Khatur Suhardi edisi 2016
Sirah Nabawiyah “Analisis Ilmiah Manhajiah terhadap Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rosulullah SAW” oleh DR. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy edisi 1995
https://muslim.or.id.27120-kapan-shalat-5-waktu-mulai-diwajibkan.html

Comments

Popular posts from this blog

Pengumuman Staff FUSI XV

Konsep Dasar Manusia: FreeWill atau Determinism?

Bagaimana Gambaran Jiwa yang Sehat Dalam Pandangan Islam?