Toleransi Beragama : Sebuah Pilar Persatuan Umat



Oleh Fathan Inamullah

Individual differences menjadi term favorit saat membahas manusia dan kemanusiaan. Tuhan ciptakan kita berbeda-beda. Aku laki-laki, kamu perempuan. Aku kurus, kamu gemuk. Semua memang telah diciptakan berbeda-beda, bukan? “Kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (Q.S Al-Hujurat : 13). Tidak ada yang salah dengan perbedaan, baik fisik maupun agama dan keyakinan. “Sekiranya Allah SWT menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah SWT hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepada kamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” [QS Al-Maidah : 48]

Kita mungkin pernah bendengar hadits Nabi ﷺ bahwa, “tidaklah diutus Nabi kecuali ia adalah penggembala kambing .” Menggembala kambing merupakan simulasi terbaik keberagaman manusia. Kambing dan manusia sama-sama memiliki individual differences, sehingga dibutuhkan seorang “penggembala” sekaliber Nabi ﷺ plus petunjuk dari Tuhan Pencipta individual differences untuk mengatur umat manusia. Allah yang menciptakan kita tentu tahu bagaimana menyikapi perbedaan manusia, dan Ia telah mengutus seorang Rasul untuk membimbing mereka kepada persatuan umat. Maka, apa kata Allah dan Rasul-Nya ﷺ?

“Dan tegakkanlah timbangan dengan adil dan janganlah kamu mengurangi timbangan” (Q.S Ar-Rahman:9). Berlakulah adil kepada makhluk yang kau suka, maupun yang kau benci. Kaya-miskin, kenal-asing, saudara-musuh, muslim-nonmuslim, bahkan manusia-binatang.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (Q.S. Al-Mumtahah: 8).

Mari kita melihat teladan Rasulullah ﷺ kepada pengemis tua lagi tuna netra dari bangsa Yahudi di Madinah. Setiap hari, Nabi ﷺ datang menyuapi pengemis tersebut. Setiap Nabi ﷺ datang menyuapi, pengemis Yahudi itu selalu menyebut-nyebut Muhammad sebagai orang yang jahat, pendusta, dan lainnya. Setelah Rasul ﷺ wafat dan digantikan oleh Abu Bakar, Yahudi tua itu terkejut menyadari bahwa tangan yang biasa menyuapinya selama ini adalah tangan Rasulullah ﷺ.

Kekosongan akan keadilan berarti munculnya kezaliman. Adil adalah memberikan setiap hak kepada yang berhak. Zalim yaitu meletakkan sesuatu tidak pada tempat semestinya. Toleransi berarti memberikan tiap individu haknya tanpa mencela, menghujat, dan menzalimi. Namun tidak juga berarti mengikuti tanpa ilmu apa yang orang lain yakini dan lakukan. Cukup berikan tiap orang haknya tanpa kurang dan lebih, sesuai timbangan. Timbangan siapa? “Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan timbangan” (Q.S. Ar-Rahman : 7). Timbangan Pencipta timbangan. Al-Quran dan Hadits.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Q.S. Luqman: 15)
Cukuplah ayat diatas menggambarkan makna toleransi sebenarnya, dengan tidak mengikuti keyakinan dan agama selain Islam namun tetap bergaul baik dengan mereka. Tidak perlu memutus hubungan dengan individu yang berbeda dengan kita karena Allah Yang menciptakan individual differences tidak menghendaki demikian.

Selamat bertoleransi.

Comments

Unknown said…
PERTAMAX. Nice article

Popular posts from this blog

Pengumuman Staff FUSI XV

Konsep Dasar Manusia: FreeWill atau Determinism?

Bagaimana Gambaran Jiwa yang Sehat Dalam Pandangan Islam?